Jumat, 21 November 2008

Agnotisme

Seorang murid dari ujung barat pulau Jawa berkirim email

Pak, sepertinya buku bertrand russel juga akan memberikan seuatu kepadaku, aku sedang dilanda kebingungan dengan keyakinanku sendiri,apakah dosa itu ada, apakah tuhan itu kejam?

sekian dulu email dariku, aku berharap bapak tetap menjadi hegelku,,,my lovely hegel, dan tetaplah memberiku inspirasi....

your boy,

Secara umum, seseorang yang berkeyakinan agama tertentu (atau setidaknya menganut paham mistisisme) mempercayai tiga hal. Yakni percaya pada Tuhan (atau sejenis kekuatan ‘supra’ lainnya), percaya pada utusan Tuhan bagi manusia di bumi, dan percaya pada kehidupan keabadian setelah kematian (immortality). Percaya pada hari pembalasan menjadi modus bagi kaum beragama untuk mengabarkan tentang kebaikan. Karena perbuatan jahat di muka bumi akan membuahkan hukuman dan siksa di ‘hari kemudian’ demikian pula sebaliknya. Perbuatan baik yang dilakukan di bumi semata-mata untuk tabungan kebaikan di kehidupan berikutnya.

Maka, pertanyaan seorang murid yang tangah dan tak henti-hentinya berkontemplasi dengan kehidupan, tentang siksa neraka menjadi menarik untuk dielaborasi.

Iman dan kepercayaan

Seseorang yang membutuhkan agama untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri adalah orang yang takut. Kepercayaan adalah kejahatan karena ia berarti menambahkan lebih banyak arti pada bukti melebihi yang diperlukan. Kita seringkali menggunakan kepercayaan pada hal-hal yang meragukan, belum pasti kebenarannya, atau paling tidak masih debatable statusnya. Kita tidak pernah membicarakan kepercayaan pada tabel perkalian, misalnya. Maka, Iman adalah kejahatan, karena ia berarti memercayai dalil ketika tidak ada alasan yang sahih untuk mempercayainya (Bertrand Russel, dalam : “Bertuhan tanpa Agama”).

Russel adalah seorang agnosis. Dia menunda untuk percaya pada Tuhan, Nabi dan hari Akhir sampai ada hal-hal yang secara sahih dan memadai dapat dibuktikan kebenarannya. Konsep kebaikan dan kejahatan tidak didasarkan pada perintah Tuhan, Nabi, atau motivasi hari akhir. Tidak juga pada hati nurani. Melainkan pada empati. Konsep empati ia terapkan untuk mendorong orang-orang putus asa tidak dengan dalil-dalil melainkan dengan sebuah logika sederhana :

“Saya akan mendorong orang yang putus asa dengan menunjukkan sesuatu yang bias ia capai. Pada diri kita terdapat sesuatu yang bias kita lakukan, dan kita akan menjadi lebih baik dengan melakukannya. Tidak perlu melibatkan agama. Selalu ada banyak hal yang perlu Anda kerjakan. Misalkan ia berupa kebaikan Anda sendiri. Anda makan pagi tetapi Anda tidak peduli pada agama. Jika Anda peduli pada orang lain Anda akan membutuhkan sangat sedikit agama untuk menyediakan mereka makan pagi. Selalu ada sesuatu yang bisa Anda lakukan untuk orang lain, dan saya memasukkan Anda di dalamnya. Anda tidak memerlukan agama untuk mengetahui hal ini, Anda hanya membutuhkan tindakan rasional atas apa yang mungkin (dilakukan)” (p. 120)

Tentang dosa dan neraka.

Mengenai konsep ‘dosa’, ia menganggapnya bukan konsep yang berguna. Tentu saja, ia mengakui bahwa sebagian jenis tingkah laku diinginkan dan sebagian tidak diinginkan, tetapi ia berpendapat hukuman atas jenis tindakan yang tidak diinginkan hanya dijatuhkan untuk pencegahan atau perbaikan, bukan dijatuhkan karena hukuman tersebut dianggap hal yang baik dalam dirinya sehingga orang yang bersalah harus menanggungnya. Kepercayaan pada hukuman pembalasan inilah yang menjadikan orang menerima neraka. Inilah sebagian bahaya dari gagasan ‘dosa’.

Setiap orang melakukan apa saja yang ia sukai. Misalnya, Anda sangat membenci seseorang sehingga Anda ingin membunuhnya. Mengapa Anda tidak melakukannya? mungkin Anda menjawab : ‘Karena agama mengajarkan pada saya bahwa membunuh itu dosa’. Tetapi sebagai data statistik, penganut agnostik tidak lebih cenderung membunuh dibanding yang lain, pada kenyataannya lebih kecil kecenderungannya. Saya kira setiap orang yang mengkaji sejarah masa lampau dengan cara yang adil akan sampai pada kesimpulan bahwa agama telah menyebabkan lebih banyak penderitaan daripada mencegahnya (p.40).

Russel, bukanlah seorang komunis. Komunisme, menurut Russel tidak menentang agama, ia hanya menentang agama Kristen demikian juga Islam. Russel adalah sebagian kecil dari orang-orang yang gelisah dengan perkembangan peradaban kemanusiaan saat ini. Kita tengah berada di jaman kemerosotan moral, katanya. Dan indikasi kemajuan moral adalah adanya simpati yang meluas. Sayangnya sejauh ini agama belum memiliki fungsi yang siginifikan dalam hal meluasnya rasa simpati kemanusiaan (kalau tidak ingin dikatakan sebalik, seperti pertikaian antar dan interagama, misalnya).

“Rasa takut adalah induk dari kekejaman, karenanya tidak mengherankan jika kekejaman dan agama berjalan beriringan. Ini karena rasa takut menjadi dasar bagi keduanya. Di dunia ini kita sekarang bisa mulai sedikit memahami sesuatu, dan sedikit demi sedikit menguasainya dengan bantuan sains, yang secara bertahap bergerak maju melawan agama dan melawan semua ajaran-ajaran lama. Sains bisa membantu kita menghilangkan penjara ketakutan. Hati kita sendiri pun bisa mengajari kita, untuk tidak lagi mencari dukungan semu, tidak lagi mencari sekutu di langit, tetapi melihat pada upaya kita sendiri di bawah langit untuk menjadikan dunia ini sebagai tempat yang cocok ditempati, bukannya semacam tempat yang dibangun oleh agama-agama dogma selama berabad-abad (p.99).”

Russel, menurut para koleganya, lebih saleh dari orang-orang beragama yang mereka kenal. Maka, meski kurang tepat, buku kumpulan esainya yang berjudul Russel on Religion diterjemahkan menjadi “Bertuhan tanpa agama”

Wallahua’alam bishshawab

Tarekat Cinta

Tarekat (thoriqoh) adalah jalan. Dalam pengertian pendalaman keagamaan, tarekat adalah sebuah jalan yang ditempuh seseorang untuk bisa mencapai pemahaman yang memadai dan mendalam tentang hakikat Allah (ma’rifatullah).
Tahapan untuk mencapai ma’rifatullah, seseorang memulai dengan mengamalkan syariat Islam (hukum-hukum fiqih). Ketika seseorang mampu memahami makna dan hikmah-hikmah yang terkandung di setiap ajaran-ajaran syariat yang diamalkannya, maka dia berada dalam fase hakekat (kesejatian). Nah, mulai dari titik sebagai muslim sejati (hakekat) inilah seseorang bisa melanjutkan perjalanan spiritualnya melalui jalan tarekat untuk mencapai ma’rifatullah. Jalan semacam ini dipilih oleh orang-orang yang menempuh hidup bersih dan suci (Sufi; asal katanya shofa : bersih).
Alkisah, adalah seorang sufi bernama Hasan Bashri (642-737 M) yang bersahabat dengan Robiah Al Adawiyah (sufi perempuan). Hasan Bashri menunjukkan kemampuannya kepada Robiah atas izin Allah bisa berjalan di atas air menyeberangi sungai. Setibanya di seberang sungai, ia terperanjat mendapati Robiah yang sudah sampai terlebih dahulu. Ia bertanya bagaimana Robiah melakukannya. Robiah Al Adawiyah menjelaskan bahwa atas izin Allah dia bisa berjalan di atas angin. Bagaimana Rabiah bisa mendapatkan hal itu? Hasan Bashri penasaran. Robiah menjawab : Dengan cinta!
Robiah Al Adawiyah adalah seorang sufi yang kontroversial. Dia pernah mengajukan pertanyaan kepada Hasan Bashri (dan tertuju kepada seluruh manusia) sebuah pertanyaan krusial : “Apakah engkau menyembah dan mengabdi kepada Allah karena mengharapkan Syurga dan takut neraka?”, lanjutnya : “ Jika Surga dan Neraka tak pernah ada apakah engkau masih mau mengabdi dan menyembah kepada-Nya?” (kisah ini kemudian digubah oleh Ahmad Dhani menjadi sebuah lagu dengan judul Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada).
Bagi Robiah Al Adawiyah, mestinya kita menyembah dan mengabdi kepada Allah atas nama CINTA. Cinta adalah sebuah spirit yang mendorong seseorang untuk secara ikhlas dan tulus melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Spirit cinta menggerakkan seseorang dari dalam jiwanya dalam melakukan sesuatu kepada yang dicintainya tanpa syarat.
Spirit cinta juga yang menggerakkan Robiah Al Adawiyah untuk total mengabdi kepada Allah. Begitu totalnya, hingga ia memutuskan untuk hidup selibat (tidak menikah) dan meninggalkan duniawi yang berpotensi mengganggu cintanya pada Allah. Dan selalu menjaga kesucian diri dari hal sekecil apapun. Dikisahkan, suatu ketika Robiah hendak memasak di dapur dan mendapati bahwa dia kehabisan bawang. Seketika datanglah seekor burung dan menjatuhkan bawang di atas periuk sayurnya. Dia bertanya pada burung, dari mana diperoleh bawang itu. Sang burung tidak bisa menjawab, dan Robiah mengurungkan diri menyantap masakan itu.
Suatu malam, sambil duduk bersimpuh Robiah berguman “Ya Alloh, semua jerih payahku dan semua hasratku diantara kesenangan-kesenangan dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau. Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan akhirat, adalah berjumpa dengan-Mu. Kini berbuatlah seperti yang Engkau kehendaki”. Cinta Robiah teramat besar pada sang Pencipta, hingga doa yang dipanjatkan pun tidak mendikte Allah. Semua pengorbanan besar ini pernah ditanyakan oleh Hasan Bashri ketika berbincang di tepi sungai dan Robiah tengah menjahit pakaiannya yang sobek. Apa yang kau dapat dari Allah jika kau sendiri tidak menuntut apa-apa? Tanya Hasan Bashri. Robiah tercenung sesaat hingga tak terasa jarum jahitnya jatuh ke sungai. Tak berapa lama segerombolan ikan menyembul ke permukaan sambil membawakan sebuah jarum emas untuk Robiah, “Inilah yang kuperoleh dari-Nya“ katanya singkat kepada Hasan Bashri.
Robiah Al Adawiyah, mengajarkan kepada kita tentang cinta yang mendalam kepada Allah. Hingga segala sembah dan ibadah yang dilakukan pun tak menuntut untuk dihargai sebagai surga. Pantaslah segala ungkapan rasanya ini dituliskan dalam sebuah sajak sebagai berikut :

”Tuhanku, kalau aku mengabdi kepada-Mu karena takut akan api neraka, masukkanlah aku ke dalam neraka itu, dan besarkanlah tubuhku dalam neraka itu, sehingga tidak ada tempat lagi di nerakat itu buat hamba-hamba Mu yang lain. Kalau aku menyembah-Mu karena berharap mendapatkan surga, berikanlah surga itu kepada hamba-hamba-Mu yang lain, sebab bagiku Engkau saja sudah cukup.”


Demi agar ia kuat beribadah, Robiah senantiasa meletakkan kain kafan persiapan dirinya nanti di sebelahnya ketika ia sholat……. Ketika tiba saatnya Robiah harus meninggalkan dunia fana ini,Ia mengisyaratkan dengan tangannya agar orang-orang keluar. Orang-orang yang sebelumnya menunggui, kini satu demi satu membiarkan Robiah sendiri. Setelah itu, mereka mendengar suara dari dalam kamar Robiah.

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. (q.s 89: 27-28)”

Kamis, 13 November 2008

metamorfosa nikmat Tuhan

(untuk ebi dan fenomena roery-nya)


Kita berdoa kepada Tuhan meminta bunga,. Tapi diberi-Nya kaktus berduri. Kita meminta kupu-kupu, tapi diberi-Nya ulat berbulu. Kita sedih....

Namun tiba-tiba....kaktus itu berbunga yang indah warnanya. Ulat itu berubah menjadi kupu-kupu cantik sekali....

Begitulah kasih sayang Tuhan kepada kita. Kadang yang kita anggap baik untuk kita, tak selamanya hal itu baik untuk kita, demikian pula sebaliknya.

Karena Tuhan tidak selalu menjawab doa kita dengan ”YA”, melainkan selalu dengan ”YANG TERBAIK”.






”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? ”(q.s Ar-Rahman: 18)

Jumat, 07 November 2008

Hidup bukanlah beban

Seorang Ade Ray.
Dengan tekun dan kontinyu telah melakukan latihan beban untuk
membentuk otot-otot tubuhnya agar menjadi indah dan proporsional. Beban-beban itu bisa saja berupa barbel beberapa alat lain yang aku kurang paham namanya. Ya, sebut saja barbel.

Kawan,...
Durasi hidup kita di dunia ini makin hari makin bertambah. Otot-otot dan otak kita, semakin menampakkan hasil atas pengelolaan kita dalam durasi yang telah kita lewati, sehingga ada yg berbadan gempal, gendut, kurus, dll.. dan dalam hal itu otot dan otak kita pun semakin terbatas kemampuannya, kelelahan semakin mudah singgah,
kelincahannya semakin menurun..
Kita musti mengurangi porsi bebannya..

dan kita tambah porsi beban untuk jiwa...Beban hidup adalah beban jiwa, yang menggayuti kita.. dan terkadang
bahkan membuat kita menjadi menderita, tersiksa, ataupun merasa
betapa hidup ini melelahkan.. .
Mungkin hal itu disebabkan karena kita tidak sanggup meletakkan beban itu.

Untuk itu kita ambil Ade Ray sebagai cermin... untuk Binajiwa.
Pelajaran jiwa tak ada habisnya, pada sebagaian besar umat beragama, kitab
suci dijadikan kurikulumnya. ..
Pada kesempatan ini, dengan kurikulum yang tentunya sedikit banyak
sudah kita baca dan mengerti, kita melatih jiwa kita dengan beban hidup sebagai barbelnya..


Jadi dalam hal ini beban hidup hanyalah salah satu alat yang dianugerahkan bagi kita manusia, bukan sebagai sebenar-benarnya beban yang harus kita pikul...
Melainkan hanya sebagai barbel, yang bila mana kita sikapi dengan
benar, kita angkat maupun kita taruh sesuai dengan proposinya niscaya akan terbentuk satu jiwa dengan segala kekuatan dan keindahannya. Semakin pas kita gunakan alat-alat ini, niscaya semakin indah jiwa yang akan terbentuk... -padahal bentuk keindahan jiwa inilah yg membuat kita bahagia-...
Semakin indah bentuk jiwa kita semakin bahagia pula hidup kita.. dan kita yakini pula bahwa Tuhan tidak pernah memberi barbel yang keliru... Tuhan selalu memberikan Barbel yag pas buat kita..
Kadang saja manusia terlalu bersemangat mengangkatnya sehingga hasilnya bukan jiwa yang indah malah sebaliknya jiwa ini menjadi sakit. Dan bahkan banyak diantaranya yang tidak pernah meninggalkan barbel itu..
Akan lebih bijak jika kita angkat dan kita letakkan beban hidup ini sesuai dengan proposinya...Sehingga akan terbentuk jiwa yang kuat, sehat, dan indah, dengan latihan yang tekun dan terus menerus... dan sekali kali jangan
pernah mau menderita dengan beban itu... Tuhan nggak suka melihat
penderitaan....



(untuk sahabat yang berkontemplasi di lautan....)